Menu Close

Apa itu postmodernisme?

Seni konsumeris kitsch Jeff Koons di Versailles: Michael Jackson and Bubbles, 1988, patung keramik. dalbera

Saya pernah bertanya kepada sekelompok mahasiswa saya apakah mereka tahu arti dari istilah postmodernisme: salah satu dari mereka menjawab postmodernisme adalah segala sesuatu yang disebut dalam tanda petik. Ini bukan jawaban yang buruk karena konsep-konsep seperti “realitas”, “kebenaran”, dan “kemanusiaan” memang selalu diawasi oleh para pemikir dan “teks-teks” yang terkait dengan postmodernisme.

Postmodernisme sering dipandang sebagai budaya kutipan.

Salah satu contohnya adalah The Simpsons karya Matt Groening (1989), serial kartun komedi Amerika Serikat (AS). Struktur acara televisi ini mengutip era klasik dari sitkom keluarga. Segala kesialan yang dialami para tokoh dalam kartun ini secara tidak langsung menyindir bentuk otoritas yang dilembagakan - seperti patriarki, politik, agama, dan seterusnya - dengan selalu mengutip dari teks-teks media lain.

Bentuk hiperkonsepsi “intertekstualitas” ini menghasilkan pandangan dunia yang ironis, yang merupakan ciri khas pemikiran postmodern.

Hubungannya dengan modernisme

Sulitnya mendefinisikan postmodernisme sebagai sebuah konsep disebabkan oleh penggunaannya yang begitu luas dalam berbagai gerakan budaya dan gerakan kritik sejak tahun 1970-an. Postmodernisme tidak hanya menggambarkan sebuah periode, tetapi juga serangkaian ide yang hanya dapat dipahami dalam kaitannya dengan istilah lain yang sama kompleksnya: modernisme.

Modernisme adalah gerakan seni dan budaya yang beragam selama akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, dengan perlawanan terhadap tradisi menjadi benang merahnya. Ini diungkapkan oleh penyair Ezra Pound, dalam karyanya pada tahun 1934 yang berjudul Make It New! (Jadikan baru!).

Kata “post” dalam postmodern artinya “setelah”. Postmodernisme paling mudah dipahami sebagai sebuah pertanyaan tentang ide-ide dan nilai-nilai yang terkait dengan bentuk modernisme, yakni yang percaya pada kemajuan dan inovasi. Modernisme menekankan pemisahan yang jelas antara seni dan budaya populer.

Namun, seperti halnya modernisme, postmodernisme tidak menunjuk pada satu gaya seni atau budaya. Sebaliknya, postmodernisme sering dikaitkan dengan pluralisme dan pengabaian gagasan konvensional tentang orisinalitas dan kepengarangan demi imitasi sebuah gaya yang “mati”.

Arsitektur postmodern

Pergeseran dari modernisme ke postmodernisme paling dramatis terlihat dalam dunia arsitektur, ketika istilah ini pertama kali diterima secara luas pada tahun 1970-an.

Menara Eiffel gaya Vegas. ben adamson

Salah satu orang pertama yang menggunakan istilah ini adalah kritikus arsitektur Charles Jencks yang menyatakan bahwa akhir dari modernisme dapat ditelusuri dari sebuah peristiwa di St Louis pada tanggal 15 Juli 1972, pukul 15:32 sore. Pada saat itu, proyek perumahan umum Pruitt-Igoe yang terbengkalai dihancurkan.

Dibangun pada tahun 1951, proyek ini awalnya disambut baik oleh masyarakat, tetapi kemudian menjadi bukti kegagalan seluruh proyek modernis.

Jencks berpendapat bahwa para arsitek modernis lebih tertarik pada kesatuan makna, kebenaran universal, teknologi dan struktur, sementara kaum postmodernis lebih menyukai kode ganda (ironi), konteks vernakular (konstruksi sederhana yang spesifik periode dan konteks lokal), dan tampilan bangunan. Kota Las Vegas merupakan contoh nyata ekspresi arsitektur postmodern.

Para pencetus teori yang terkenal

Para ahli teori postmodernisme sering menggunakan istilah ini untuk menandai zaman budaya baru di Barat. Filsuf Jean-François Lyotard mendefinisikan kondisi postmodern sebagai ketidakpercayaan terhadap metanarasi, yaitu hilangnya kepercayaan terhadap ilmu pengetahuan dan proyek-proyek emansipatoris lainnya dalam modernitas, seperti Marxisme.

Ahli teori sastra Marxis, Fredric Jameson, memiliki pendapat yang cukup populer, yaitu bahwa postmodernisme adalah “logika budaya kapitalisme akhir” (yang ia maksud adalah pascaindustri, post-Fordis, kapitalisme konsumen multinasional).

Dalam esainya pada tahun 1982 yang berjudul Postmodernisme dan Masyarakat Konsumen, Jameson menjelaskan kiasan-kiasan utama dari budaya postmodern.

Ini termasuk, istilahnya: substitusi pastiche (tiruan dari suatu gaya seni) untuk dorongan satir parodi; kecenderungan untuk bernostalgia; dan fiksasi pada masa kini yang abadi.

Dalam analisis pesimis Jameson, hilangnya temporalitas historis dan kedalaman yang terkait dengan postmodernisme mirip dengan dunia penderita skizofrenia.

Seni visual postmodern

Dalam bidang seni visual, postmodernisme kerap dikaitkan dengan sekelompok seniman New York - termasuk Sherrie Levine, Richard Prince dan Cindy Sherman - yang terlibat dalam tindakan apropriasi gambar – mengambil atau menggunakan budaya orang lain tanpa memahami atau menghormati budaya tersebut. Kelompok semacam itu kemudian dikenal dengan julukan The Pictures Generation, terutama setelah diadakannya sebuah pameran pada tahun 1977 yang dikuratori oleh Douglas Crimp.

Imants Tillers, ‘Namatjira &x27;, akrilik, guas di atas 64 papan kanvas, 203 x 284cm. Musi Zhang

Pada tahun 1980-an, postmodernisme telah menjadi wacana yang dominan, yang diasosiasikan dengan “apa pun yang merujuk pada” pluralisme, fragmentasi, kiasan, alegori, dan kutipan. Hal ini merupakan akhir dari kepercayaan avant-garde (karya yang biasanya bertujuan melawan batas dan norma suatu kebudayaan) terhadap orisinalitas dan kemajuan seni.

Namun, asal mula strategi ini berasal dari seniman Dada (Dadaisme - suatu gerakan seni asal Eropa pada abad ke-20), Marcel Duchamp, dan para seniman Pop tahun 1960-an yang budaya kerjanya telah menjadi sebuah bahan materi karya seni. Bagaimana pun, Andy Warhol adalah asal muasal langsung dari seni konsumerisme kitsch (konsumerisme terhadap karya seni tiruan/imitasi) Jeff Koons pada tahun 1980-an.

Identitas budaya postmodern

Postmodernisme juga dapat menjadi proyek kritis, seperti mengungkapkan konstruksi budaya yang kita anggap sebagai kebenaran dan membuka berbagai sejarah modernitas yang tertindas, seperti sejarah perempuan, homoseksual, dan kaum terjajah.

Kriteria modernis itu sendiri terungkap sebagai hal yang bersifat patriarkis dan rasis yang didominasi oleh pria heteroseksual berkulit putih. Inilah mengapa salah satu tema yang paling umum dibahas dalam postmodernisme berkaitan dengan identitas budaya.

Believe Anything oleh Barbara Kruger di Hirshhorn, Washington, DC. Steve Rhodes

Seniman konseptual AS, Barbara Kruger, menyatakan bahwa ia “peduli dengan siapa yang berbicara dan siapa yang diam: dengan apa yang terlihat dan apa yang tidak terlihat”. Ini menggambarkan betapa pentingnya proyek postmodernisme.

Wacana postmodernisme juga dikaitkan dengan seniman Australia seperti Imants Tillers, Anne Zahalka dan Tracey Moffatt.

Paul Taylor dan Paul Foss, editor jurnal Art & Text yang berpengaruh, mencetuskan teori bahwa Australia merupakan negara yang sudah menjadi postmodern berdasarkan budaya “tingkat kedua” - karena memiliki budaya yang unik namun tidak orisinal, dan merupakan apropriasi sekaligus bertolak belakang dengan budaya Eropa.

Jika bahasa postmodernisme memudar pada tahun 1990-an dan digantikan oleh poskolonialisme, peristiwa 9/11 pada tahun 2001 mulai kehabisan daya tariknya.

Meskipun pelajaran tentang postmodernisme terus menghantui, istilah ini sebenarnya telah ketinggalan zaman, karena telah muncul pula kombinasi istilah-istilah lainnya, seperti globalisasi, estetika relasional, dan kontemporer.


_Demetrius Adytma Pangestu dari Universitas Bina Nusantara menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris _

This article was originally published in English

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,600 academics and researchers from 4,945 institutions.

Register now